Apa ukuran kebaikan dan kebenaran manusia dan siapakah yang berhak mengukur dan menilainya? Dalam kehidupan ini sangat mudah untuk merasa lebih baik dari orang lain dan sangat sulit untuk menerima bahwa mungkin kita tidak lebih baik dari orang lain. Lalu perasaan apakah yang bersemayam di hati orang yang bangga terhadap kebaikan yang dilakukannya? atau perasaan apakah yang bersemayam pada diri orang-orang yang tidak dapat menerima kebenaran yang datangnya dari orang lain?. Seelengkapnya Ceramah Tentang Ujub, berikut
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang saya hormati teman-teman dan hadirin semua. Marilah kita bersama – sama panjatkan puja, puji, dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam karena atas berkah, rahmat dan hidayahnya kita semua dapat berkumpul di tepat yang Insya Allah mulia ini Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan ke pada junjungan kita – manusia terbaik sepanjang zaman yakni besar Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Semoga kita semua kelak mendapatkan syafaatnya. Aamiin.
Hadirin Rahimakumullah
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya mengulas sedikit tentang apa itu ujub. Sebelumnya marilah kita merenungkan sebentar tentang seberapa jauh kualitas ibadah kita di hadapan Allah. Pernahkah pada suatu kali kita merasa lebih baik dibanding orang lain hanya karena kita menganggap bahwa kita lebih baik dari orang lain?
Cukuplah pertanyaan ini menjadi renungan bagi diri kita sendiri, diri kitalah yang paling tahu seberapa baik atau buruk kualitas diri kita sendiri.
Salah satu godaan setan yang sering kali menghinggapi manusia yang taat beribadah adalah perasaan ujub. Ujub adalah perasaan bangga dengan kebaikan. Sifat ini muncul sebagai anggapan seseorang atas semua amal saleh yang dilakukannya.
Bentuk dari sifat ujub ini diantaranya adalah :
Pertama merasa lebih baik dari orang lain. Bukan tidak mungkin suatu kali dalam hidup kita, kita merasa lebih baik dari orang lain. Perasaan ini entah muncul atas dasar apa hingga manusia merasa dirinya lebih baik di banding orang lain. Padahal ukuran kebaikan dan ketulusan manusia hanya Allah lah yang dapat mengukurnya.
Selanjutnya bagian dari ujub adalah lupa akan segala dosa yang mengakibatkan hati menjadi keras. Karena merasa lebih baik dari orang lain seringkali kita tak dapat menerima kebaikan dan kebenaran yang datang dari orang lain. Hati kita menjadi begitu keras untuk menerima dan membenarkan kebenaran yang berasal dari orang yang kita anggap tidak lebih baik dari diri kita sendiri. Pada akhirnya ujub ini akan berbuah menjadi kesombongan bagaimanapun bentuknya.
Sikap ujub ini sering kali membuat kita lupa bahwa segala amal kebaikan sejatinya tidak pernah terlepas dari taufik, hidayah dan pertolongan Allah Swt. kita lupa bahwa kita tidak akan dapat melakukan apapun tanpa kekuatan yang diberikan-Nya. Maka sebenarnya jika kita menyadari ini sejak awal kita akan tahu bahwa ibadah yang kita lakukan hanya titik kecil diantara lukisan rahmat yang diberikan-Nya.
Saudaraku, sikap ujub selanjutnya mewujud dalam perasaan aman dari azab Allah karena merasa sudah banyak berbuat amal kebaikan. Hal ini membuat kita sering kali tertipu akan kualitas sesungguhnya pribadi manusia. Sepanjang perjalanan hidup manusia, adakah suatu titik yang membuatnya mampu menilai secara objektif bahwa ia telah menjadi orang yang baik dan benar?
Tentang seseorang yang terjangkit penyakit ujub ini , Allah Swt . memberikan sindiran dengan firman-Nya, Katakanlah,’’ Maukah kalian aku beri tahukan tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini. Sementara mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat dengan sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi (18): 103-104).
Penyebab utama dari sifat ujub ini adalah kelalaian seseorang akan tipu daya setan yang menyelinap ke dalam hatinya. Juga disebabkan oleh ketidaktahuannya dalam meyakini bahwa segala kebaikan terjadi karena anugerah Allah Swt. bukan semata-mata hasil cipta, karya dan kreasinya sendiri. Sekalipun berupa amal saleh yang dilakukannya.
Allah Swt. berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan Rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak sekalipun dari kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar untuk selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Nur : 21)
Dari ayat ini agaknya kita mengetahui bahwa hanya karena rahmat-Nya lah kita menjadi orang yang baik dan berada di jalan lurus-Nya. Maka bagaimana bisa kita merasa ujub dengan sedikit amal yang kita lakukan?
Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh