Siapa yang tak pernah memeiliki masalah dan menanggung kesulitan hidup yang rasanya begitu menghimpit? setiap orang memiliki permasalahan dalam hidup sesuai dengan kadarnya masing-masing. Tapi meskipun demikian tak jarang kita tetap saja putus asa atau bahkan sempat mengganggap bahwa kematian akan lebih baik dari kehidupan. Lalu sebenarnya bagaimanakah seharusnya manusia menghadapi kesulitannya? Selengkapnya ceramah tentang belajar menyikapi kesulitan hidup berikut, Semoga bermanfaat !
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yang saya hormati teman-teman dan hadirin semua. Marilah kita bersama – sama panjatkan puja, puji, dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam karena atas berkah, rahmat dan hidayahnya kita semua dapat berkumpul di tepat yang Insya Allah mulia ini Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan ke pada junjungan kita – manusia terbaik sepanjang zaman yakni besar Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya. Semoga kita semua kelak mendapatkan syafaatnya. Aamiin.
Hadirin Rahimakumullah
Diriwatkan dari Ana Bin Malik, ia berkata,’’: Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah seseorang diantara kamu mengangankan mati karena menghadapi kesulitan. Kalau terpaksa ia mengangankan mati, hendaklah ia berdoa: Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku. (HR. Ahmad)
Saudaraku, hadits ini menegaskan bahwa bila seseorang menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam hidupnya, ia tidak boleh berputus asa sehingga mengangankan cepat mati. Orang yang menghadapi kesullitan dan penderitaan hidup hendaklah memohon kepada Allah agar diberi jalan keluar terbaik dan berdo’a,’’ Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan itu lebih baik bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku. (HR. Ahmad).
Anas bin Malik mendengar hadits ini ketika beliau masih kecil dan menjadi pelayan Rasulullah. Pelajaran yang diterima ketika masih kanak-kanak itu mengajarkannya cara menyikapi kesulitan dan penderitaan hidup. Anas mengingat benar-benar nasihat Rasulullah ini hingga sampai pada kita umatnya kini. Pada intinya orang tidak boleh menyikapi kesulitan hidup dengan sikap putus asa dan patah hati, lalu memilih jalan pintas yang tidak benar, yaitu minta dipercepat matinya daripada takdir yang semestinya.
Barang kali ada yang menganggap bahwa kematian merupakan isyarat selesainya kehidupan hingga ia berharap segera mati hanya karena permasalahan hidup yang terus menghimpitnya. Padahal kematian hanyalah perpisahan ruh dan jasad sedangkan kehidupan manusia telah berlanjut meskipun telah berlainan dengan alam manusia yang masih hidup.
Setelah meninggal, manusia akan ditanyai perihal pertanggungjawabannya sebagai manusia. Ia akan ditanyai siapa Tuhannya, agamanya, rasulnya, kitabnya, dan sebagainya. Lalu celakalah jika ia tidak dapat menjawabnya dengan benar. Dan sekali lagi, pengharapan untuk berdoa kepada-Nya pun seolah-olah pupus karena masa itu merupakan masa pertanggung jawaban. Lain halnya ketika masih di dunia sesulit apapun permasalahan hidup yang dialaminya atau bahkan sejauh apapun ia dengan Tuhan, ia masih di beri kesempatan untuk berdoa pada Allah dan memohon ampun terhadap setiap dosa yang telah dilakukan.
Saudaraku, mengapa manusia bisa berpikir untuk menginginkan mati sedangkan kematian bukan penanda bahwa segala urusan telah selesai seperti selesainya sinetron ketika kita mematikan TV. Umat muslim sangat tahu bahwa kehidupan manusi tidak hanya disini dan saat ini saja, melainkan ada alam akherat sebagai tempat pertanggungjawaban, penghitungan dan pembalasan. Alih-alih berpikir untuk mati seharusnya kita berpikir apa yang harus dipersiapkan menuju kematian atau apa bekal kita menuju akhirat yang kekal itu.
Agaknya kita perlu berpikir bahwa sebesar apapun kesulitan yang dihadapi atau masalah sebesar apapun itu kita tentunya memiliki Tuhan yang Maha Besar. Allah tempat bergantung yang tidak pernah rapuh dan yang tidak pernah meninggalkan manusia. Manusia boleh kehilangan apapun di dunia ini bahkan orang yang paling dipercaya dan dicintainya sekalipun, tapi adakah ia akan kehilangan rahmat-Nya? Tentunya tidak, bukan?
Untuk itu apa yang sebenarnya kita khawatirkan? Atau bahkan kekhawatiran dan kecemasan itu datang karena kita tak juga mendekatkan diri pada-Nya dan memohon dengan sungguh-sungguh?
baiklah cukuplah hati kita yang menjawabnya dengan sejujurnya.
Mungkin demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dapat dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh