Contoh Khutbah Jum’at Tentang Hutang-Piutang – Mengenai hal hutang piutang semua warga muslim harus mengetahui perihal hukum yang terkait padanya. Utang piutang bukan saja antara yang meminjam dan yang dipinjami tetapi juga sangkutannya dengan Allah SWT. Allah telah menentukan aturan-aturan yang mengatur tentang hal itu, dan kita sebagai umatnya sudah sewajibnya mentaati peraturan yang dibuat-Nya. Untuk lebih jelasnya hal ini akan dibahas dalam contoh khutbah atau contoh dakwah kali ini.
أَمَّا بَعْدُ
أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah.
Hutang-Piutang bila kita lihat secara kasat mata tidaklah terlalu rumit, transaksi hutang piutang kini sangatlah biasa terjadi dalam kalangan masyarakat. Baik itu dalam jumlah yang besar maupun dlam jumlah kecil, hutang tetaplah hutang. Besar kecilnya tidak akan mempengaruhi dosa jika kita tidak punya niat untuk melunasinya. Karena jika kita meninggal dunia dengan masih membawa hutang maka kebaikan kita diakhirat nanti akan berkurang untuk membayar hutang-hutang kita. Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Kebaikan kita yang belum tentu banyak masih harus dikurangi oleh hutang yang belum terbayar didunia. Lalu jika masih bisa kita melunasi hutang kita didunia, maka lunasilah segera, kita tidak akan tahu kapan datangnya maut. Karena jika itu terjadi urusan orang yang masih berhutang akan menggantung diakhirat. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
Dimata Allah jika seseorang yang berhutang dan tidak mempunyai niat untuk melunasi, ia adalah pencuri. Dan siksa pedih yang akan diberikan kepada pencuri diakhirat nanti maka akan diberikan pula pada orang yang tidak mau melunasi hutangnya. Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Jika setelah mengetahui hal ini kita takut akan pedihnya hukuman bagi orang yang berhutang, dan berniat melunasi hutang-hutang maka kita akan mendapatkan kemudahan dalam melunasi hutang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
“Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dirahmati Allah
Lalu bagaimana jika orang yang kita hutangi telah meninggal atau menghilang tiada kabar berita, bagaimana bisa kita melunasi hutang-hutang kita?
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Apabila kamu mempunyai kewajiban hutang pada seseorang. Dan kamu merasa belum melunasi dan merasa hutang tersebut masih ada sampai orang yang menghutangi mengambil haknya. Maka Apabila orang yang memberi hutang tadi telah meninggal, maka hutang tersebut diberikan pada ahli warisnya. Jika kamu tidak mengetahui ahli warisnya atau tidak mengetahui orang tersebut atau tidak mengetahui di mana dia berada, maka utang tersebut dapat disedekahkan atas namanya dengan ikhlas. Dan Alloh subhanahu wa ta’ala mengetahui hal ini dan akan menunaikan pada orang tersebut.” (Syarh Riyadhus Shalihin, Bab Taubat, I/47).
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ