Naskah Pidato Tentang Nilai-Nilai Budaya Sunda

Nilai-nilai budaya sunda merupakan salah satu budaya local yang harus dipelihara dan dipertahankan. Keberadaannya menjadi salah satu petunjuk untuk mencapai kehidupan harmoni baik kaitannya hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. Nilai-nilai ini terlukiskan dalam berbagai ungkapan budaya sunda yang diwariskan secara turun menurun baik melalui kakawihan, babasa, nasihat, dan sebagainya. Selengkapnya naskah pidato tentang nilai-nilai budaya sunda. 
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh 
Hadirin yang berbahagia 
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan tentang nilai-nilai budaya sunda. Sebagai orang yang mendiami tanah jawa barat tentunya kita akan bertemu dengan nilai-nilai budaya sunda yang menghiasi setiap denyut nadi kehidupan masyarakat. Nilai-nilai ini diwariskan secara turun temurun oleh para generasi tua terhadap generasi muda. Diantaranya melalui bentuk kakawihan, permainan tradisional, dongeng dan sebagainya. 
Indonesia adalah negeri yang kaya akan budaya, istilah kerennya adalah multikultur. Negeri ini dibangun oleh kekayaan budaya dari sabang sampai merauke. Dalam setiap budaya terkandung begitu banyak nilai yang mengatur tata kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan budaya sunda sendiri, didalamnya terkandung banyak nilai yang mengatur tata kehidupan diantaranya adalah yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, alam dan hubungan terhadap Tuhan. 
 Dalam penelitiannya, Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Sunaryo Kartadinata mengatakan bahwa esensi nilai budaya sunda adalah tuntutan orang sunda untuk menjalani kehidupan dan penghidupan dalam hubungannya dengan Tuhan, hubungan manusia dengan pribadi, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam. 
Pada intinya nilai-nilai budaya sunda menuntun dan mengajarkan masyarakat sunda untuk hidup damai berkaitan dengan hubungan dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan alam dan dengan Tuhan.
Bisa dipahami bahwa nilai-nilai budaya sunda menuntun masyarakatnya untuk membangun relasi yang harmonis dalam setiap aspek bidang kehidupan. Harmoni menjadi istilah yang lekat dengan nilai-nilai budaya sunda, maknanya melebihi dari apa yang sering diartikan orang sebagai kedamaian, melainkan sebuah keselarasan hidup sesuai dengan nilai baik dan benar dalam pandangan yang telah disepakati secara umum. 
Hadirin yang berbahagia
 Dalam hubungannya dengan dirinya sendiri orang sunda berpandangan bahwa manusia harus memiliki pandangan yang baik. Orientasi hidup orang sunda adalah hirup bagja, aman, tingtrim, luhur darajat, ngeunah angen nheunah angen, sampurna dunia akhirat. kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan, ketinggian deraat dan kesempurnaan dunia akhirat menjadi orientasi hidup orang-orang sunda.
 Orang sunda melukiskan bahwa keutamaan pribadi manusia diuraikan dalam catur watak yang di dalamnya terdapat empat karakter yang harus dimiliki orang yang luhur budi. Pertama adalah leber wawanen (berani karena benar, takut karena salah, memiliki jiwa patriotic, nasionalis yang tinggi ‘teu unggut kalinduan teu gedag kaanginan’), kedua kukuh kana janji atau bersikap teguh untuk menepati janji yang telah dibuat, ketiga medang kamulyaan atau mengutamakan kemuliaan hidup yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari, keempat silih asah silih asih silih asuh, asih ti gusti, diasah ku alam, diasuh ku manusia. 
Catur watak ini merupakan sifat-sifat yang mengantarkan masyarakat sunda menuju keharmonian dengan dirinya sendiri. Harmoni dengan diri ditandai dengan kesadaran bahwa setiap tindakan apapun yang kita lakukan baik ataupun buruk akan kembali pada diri kita sendiri. Peribahasa yang menggambarkan kondisi ini terungkapkan dalam kalimat, melak cabe moal jadi bonteng, melak hade maol jadi goreng yang artinya adalah menanam cabai tidak akan berbuah mentimun, menanam kebaikan tidak akan berbuah keburukan. 
Hubungan antar sesama manusia dalam pandangan budaya sunda harus dilandasi tingkah laku yang berdasar pada prinsip yang diantaranya terkandung dalam ungkapan mipit kudu amit, ngala kudu menta, nganggo kudu suci, dahar kudu halal, kalawan ucap kudu sabenerna, ngahargaan batur sarupa jeng ngahargaan diri sorangan (mengambil harus minta ijin yang punya, memakan harus yang halal, ucapan dan tingkah laku harus jujur, menghargai orang lain sama artinya dengan menghargai dirinya sendiri). 
Hubungan manusia dengan sesama dalam budaya sunda tidak hanya terbatas pada mahluk yang tampak secara fisik melainkan berkaitan pula hubungan manusia dengan mahluk berdimensi ghaib. Hal ini terlukiskan dalam ungkapan,’’ hirupna manusa teu saukur akur jeng batur selemberu , age natangga jeung nu ngalebur. Pada intinya dalam kehidupan ini manusia berdampingan dengan berbagai mahluk diantaranya adalah mahluk gaib. Untuk itu dalam prosesnya manusia harus memerhatikan ucapan dan tindakannya agar tidak mengganggu dunia orang lain.
 Hadirin yang berbahagia
 Hubungan manusia tidak hanya dibangun dengan dirinya sendirinya dan sesamanya, melainkan berkaitan dengan hubungan terhadap Tuhan dan alam semesta. Relasi yang baik dengan Tuhan tercermin dalam keyakinan orang sunda dalam ungkapan,’’ eling-eling maka rumingkan di bumi alam darma wawayangan bae rage taya pangawasna lamun kasasar lampah nafsu lamun kasasar lampah nafsu nu matak kaduhung badan anu katempuh (hendaknya selalu ingat hidup di bumi hanya bagaikan wayang, badan tidak berkuasa jika perilaku tersebut nafsu jadi sesal badanlah yang menerima akibatnya). Ungkapan religious lainnya adalah,’’gaduh satapak munding seug mun eling moal luput mahi (memiliki tanah seluas tapak kerbau dengan bertawakal akan mencukupi). Mereka orang sunda tidak mengharapkan bahwa mereka masuk islam, tapi yang mereka harapkan adalah islam yang masuk ke dalam diri mereka sendiri. Satu lagi ungkapan religious yang berkembang dalam budaya sunda,’’ jalma senang can tangtu tenang, jalma tenang pasti senang. 
Hubungan manusia dengan alam semesta terlukiskan melalui keyakinan,’’leungit sirah cai, di tuar cai, balangsak kahirupan dan leuweng sumber kahirupan jeung kahuripan, ngajaga leuweng sarupa jeung ngajaga kahirupan, miara leuweng sarupa jeung manjangkeun kahirupan (hutan banyak memberi kehidupan bagi manusia, menjaga hutan sama artinya menjaga kehidupan, melestarikan hutan sama artinya mensejahterakan hidup untuk kehidupan). Bagi orang sunda alam merupakan mahluk yang memiliki bahasa sendiri. Sikap kejujuran dan ketulusan manusia dalam berinteraksi dengan alam akan membawa manusia pada pengertian terhadap isyarat yang disampaikan oleh alam itu sendiri. 
Hadirin yang berbahagia
 Dalam beberapa hal masyarakat Jawa Barat sebagai bagian dari suku sunda dikenal sebagai masyarakat yang lembut, ramah, religious dan sangat spiritual. kecenderungan ini tampak dalam pameo silih asih, silih asah, silih asuh, saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), saling menjaga (saling melindungi). 
Pada umumnya nilai-nilai budaya sunda ini diajarkan dengan tutur kata dan bahasa yang lembut diantaranya melalui semboyan, nasehat, dan peribahasa yang diwariskan secara lisan. Untuk mewariskan nilai-nilai ini ada beberapa strategi yang sering digunakan seperti melalui sastra, babasa, kakawihan, permainan tradisional, leksikon botani, arsitektur, papagon hirup dan pikukuh, tarian, melalui ritual makan, bahkan wisata religi. 
Hadirin yang berbahagia 
Sebagai masyarakat yang mendiami tatar tanah sunda tentunya sekurang-kurangnya kita tahu bahwa budaya sunda memiliki begitu banyak nilai-nilai budaya yang disadari atau tidak memiliki andil yang besar dalam mewujudkan kehidupan yang harmoni. Kehidupan harmoni ditandai dengan adanya kedamaian dalam setiap hubungan yang dimiliki manusia diantaranya dengan dirinya sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. 
Kekayaan nilai budaya inilah yang barang kali harus dipelihara dan dijaga sebaik mungkin. Ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini ada sebuah kecenderungan dimana budaya local atau daerah bersebrangan dengan budaya global. Era globalisasi saat ini menggiring manusia pada kesamaan cara hidup, diantaranya dengan menjadikan barat sebagai kiblatnya. Contoh kecilnya, budaya global yang menggiring manusia pada kecenderungan hidup yang bersifat individualis sangat bersebragan dengan nilai budaya sunda yang menitikberatkan pada kehidupan yang saling mengasihi dan berdasar pada kekeluargaan.
 Bencana masa depan yang saat ini bahkan telah terasa gejalanya adalah adanya kecenderungan masyarakat untuk mengekor pada budaya lain dan melupakan budaya sendiri. Kekayaan budaya local sudah saatnya dipelihara dan dilestarikan. Sikap mental untuk dapat memfilter kebudayaan asing sangat diperlukan demi terciptanya sikap mempertahankan budaya local disertai kesiapan untuk menerima hal-hal baru yang dapat menunjang inovasi dari keberadaan budaya itu sendiri. 
Hadirin yang berbahagia 
Penutup dari pidato ini adalah semoga kita dapat menjadi manusia yang lebih berbudaya. Dengannya semoga kita dapat mencapai kehidupan damai yang ditandai dengan keharmonisan dalam membangun hubungan baik dengan diri sendiri, sesama manusia, alam dan Tuhan. Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Leave a Comment