Pendidikan moral, dua kata ini menjadi hal yang sering kali digaungkan. Fenomena yang menunjukan dekadensi moral menjadi suatu hal yang amat perlu untuk diperbaiki dan dipecahkan. Barang kali pendidikan moral menjadi salah satu jawaban yang dapat mengantarkan bangsa ini menuju kualitas moral yang baik yang dengannya terbangunlah kehidupan bangsa yang harmoni. Selengkapnya naskah pidato tentang pendidikan moral, Semoga Bermanfaat !
Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hadirin
Hadirin
Yang Berbahagia
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya menyampaikan sedikit tentang pendidikan moral. Moral, barang kali istilah ini tidak asing lagi di telinga kita hari ini. Mungkin ada yang mengartikannya sebagai sifat, sikap, atau bahkan karakter. Namun apa sebenarnya moral itu sendiri dan mengapa pendidikan moral dirasa penting?
Secara bahasa, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin,
bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi
pekerti, atau susila. ada yang mengatakan bahwa moral adalah ajaran baik
dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai
(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber
timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu
dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi
pekerti, atau susila. ada yang mengatakan bahwa moral adalah ajaran baik
dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31)
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai
(watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber
timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu
dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
Barang kali moral berkaitan dengan tingkah laku baik yang berupa nilai-nilai kebaikan, norma-norma kebaikan atau bahkan tingkah laku baik itu sendiri. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa moral berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tertentu. Singkatnya mereka yang bermoral adalah mereka yang berperilaku sesuai aturan masyarakat atau kelompoknya.
Hadirin yang Berbahagia
Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman diantaranya adat istiadat, budaya, bahkan agama. Keberagaman itu menghasilkan berbagai nilai dan norma yang bermuara pada melimpahnya ajaran moral yang dimiliki bangsa ini. Maka sebenarnya menjadi ironi ketika tingkah laku masyarakat indonesia tidak mencerminkan nilai-nilai moral yang dimiliki bangsanya. Indonesia memiliki ajaran baik yang melimpah. Diantaranya terdapat dalam beberapa nasihat orang tua, permainan tradisional, peribahasa, kakawihan jika dalam budaya sunda dan sebagainya.
Misalnya saja ajaran dalam bahasa sunda yang memberikan pesan untuk membangun hubungan yang baik antara sesama manusia yang terkandung dalam peribahasa silih asih silih asah silih asuh. Silih asih berkaitan dengan hubungan yang baik kepada sesama manusia dan juga Tuhan, dimana keberadaannya dilandasi sikap saling mengasihi. Silih asah sendiri berkaitan denga bagaimana seharusnya memberdayakan dirinya dengan terus mengasah kemampuannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Terakhir silih asuh adalah bahwa kehidupan yang harmonis akan berjalan dengan sikap saling menuntun dimana kepedulian untuk saling memperbaiki dan menasehati menjadi suatu hal yang harus diprioritaskan.
Kayanya ajaran moral bangsa ini secara tidak langsung merupakan bentuk pendidikan moral yang mengarahkan manusia Indonesia menjadi manusia yang bermoral dan bahkan berkarakter. Pendidikan moral dapat dipahami sebagai bentuk usaha menanamkan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai estetik dan etik, nilai baik dan buruk,
benar dan salah, perbuatan, sikap dan kewajiban; akhlaq mulia, budi pekerti luhur dsb. Muara dari pendidikan moral adal terwujudnya generasi bangsa yang bermoral dan berkarakter baik.
benar dan salah, perbuatan, sikap dan kewajiban; akhlaq mulia, budi pekerti luhur dsb. Muara dari pendidikan moral adal terwujudnya generasi bangsa yang bermoral dan berkarakter baik.
Hadirin yang berbahagia
Mengapa pendidikan moral diperlukan?
Pendidikan moral sangat diperlukan terutamanya melihat kondisi manusia yang cenderung mengarah pada dekadensi atau kemunduran moral. Semakin hari kita semakin tidak asing dengan berita-berita negatif yang mencerminkan bobroknya moral bangsa ini. Korupsi, kriminalitas, pembunuhan bayi, seks bebas, dan berita buruk lainnya seoalh-olah menjadi sarapan tiap pagi. Hampir semua channel TV menayangkan hal-hal negatif dan nyaris saja membuat bangsa ini kehilangan kebanggaannya karena tidak ada cerita inspiratif dan positif yang ditayangkan.
Buruknya kondisi moral masyarakat Indonesia pun telah diperbincangkan sejak beberapa tahun yang lalu. Budayawan Mochtar Lubis sempat menggambarkan tingkah laku bangsa ini dengan amat sangat negatif. Diantarnya bersifat munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, masih percaya takhayul, lemah karakter, cenderung boros, suka jalan pintas, dan sebagainya. Lebih lengkap, Mochtar Lubis mendeskripsikan sejumlah ciri utama manusia Indonesia:
1. “Salah satu ciri manusia Indonesia yang cukup menonjol ialah HIPOKRITIS alias MUNAFIK. Berpura-pura, lain di muka, lain di belakang, merupakan sebuah ciri utama manusia Indonesia sudah sejak lama, sejak mereka dipaksa oleh kekuatan-kekuatan dari luar untuk menyembunyikan apa yang sebenarnya dirasakannya atau dipikirkannya atau pun yang sebenarnya dikehendakinya, karena takut akan mendapat ganjaran yang membawa bencana bagi dirinya.
2. Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakukannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan saya” adalah kalimat yang cukup populer pula di mulut manusia Indonesia.’’
3. Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia.
4. Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua…” “Kemudian, kita membuat mantera dan semboyan baru, jimat-jimat baru, Tritura, Ampera, orde baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang merata dan adil, insan pembangunan. Manusia Indonesia sangat mudah cenderung percaya pada menara dan semboyan dan lambang yang dibuatnya sendiri.
5. Ciri keenam manusia Indonesia punya watak yang lemah. Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.
6. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia ini menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.” “Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa… atau dengan mudah mendapat gelar sarjana, sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. Jadi priyayi, jadi pegawai negeri adalah idaman utama, karena pangkat demikian merupakan lambang status yang tertinggi.” (Mochtar Lubis, Manusia Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001).
2. Ciri kedua utama manusia Indonesia masa kini adalah segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, putusannya, kelakukannya, pikirannya, dan sebagainya. “Bukan saya” adalah kalimat yang cukup populer pula di mulut manusia Indonesia.’’
3. Ciri ketiga utama manusia Indonesia adalah jiwa feodalnya. Meskipun salah satu tujuan revolusi kemerdekaan Indonesia ialah juga untuk membebaskan manusia Indonesia dari feodalisme, tetapi feodalisme dalam bentuk-bentuk baru makin berkembang dalam diri dan masyarakat manusia Indonesia.
4. Ciri keempat utama manusia Indonesia adalah manusia Indonesia masih percaya takhayul. Dulu, dan sekarang juga, masih ada yang demikian, manusia Indonesia percaya bahwa batu, gunung, pantai, sungai, danau, karang, pohon, patung, bangunan, keris, pisau, pedang, itu punya kekuatan gaib, keramat, dan manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua…” “Kemudian, kita membuat mantera dan semboyan baru, jimat-jimat baru, Tritura, Ampera, orde baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang merata dan adil, insan pembangunan. Manusia Indonesia sangat mudah cenderung percaya pada menara dan semboyan dan lambang yang dibuatnya sendiri.
5. Ciri keenam manusia Indonesia punya watak yang lemah. Karakter kurang kuat. Manusia Indonesia kurang kuat mempertahankan atau memperjuangkan keyakinannya. Dia mudah, apalagi jika dipaksa, dan demi untuk “survive” bersedia mengubah keyakinannya. Makanya kita dapat melihat gejala pelacuran intelektual amat mudah terjadi dengan manusia Indonesia.
6. Dia cenderung boros. Dia senang berpakaian bagus, memakai perhiasan, berpesta-pesta. Hari ini ciri manusia Indonesia ini menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.” “Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali kalau terpaksa… atau dengan mudah mendapat gelar sarjana, sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari kedudukan berpangkat cepat bisa menjadi kaya. Jadi priyayi, jadi pegawai negeri adalah idaman utama, karena pangkat demikian merupakan lambang status yang tertinggi.” (Mochtar Lubis, Manusia Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001).
Barang kali inilah yang melatarbelakangi mengapa pendidikan moral itu penting terutama bagi anak-anak yang dalam prosesnya sangat mudah untuk ditanamkan nilai-nilai dan kebiasaan baik. Potensi Indonesia untuk menjadi bangsa yang bermoral amatlah besar. Kekayaan nilai agama dan juga budaya menjadi peluang besar menuju Indonesia yang lebih baik.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.