Pidato Tentang Pentingnya Pendidikan Ahlak Bagi Anak-anak

Pendidikan akhlak menjadi tema yang penting untuk diulas dan diperbincangkan Bobroknya kualitas akhlak manusia saat ini menjadi masalah besar yang menjadi PR bersama terutama orang tua. Pendidikan akhlak penting untuk diupayakan terutama sejak masa kanak-kanak hal ini dikarenakan masa itu merupakan masa pembentukan kepribadian. Selain itu kita pun telah mafhum bahwa anak-anak terlahir ibarat kertas putih yang siap untuk digoresi tinta dengan warna apapun. Maka orangtua sebagai lingkungan terdekat anak bertanggungjawab membawa anak-anak pada kebaikan atau bahkan keburukan. Selengkapnya pidato tentang pentingnya pendidikan akhlak bagi anak.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hadirin yang berbahagia

 Pada hari yang cerah ini saya akan menyampaikan sedikit bahasan tentang pentingnya pendidikan ahlak bagi anak-anak. Barang kali tema tentang ahlak menjadi tema mendasar yang penting untuk diperbincangkan. Hal ini tak lain dan tak bukan karena akhir-akhir ini banyak peristiwa yang menunjukan kehancuran ahlak manusia.

 Ahlak sering dipahami sebagai watak, tabiat, etika, sikap dan hal-hal lainnya yang merujuk pada karakter manusia. Imam AL-Ghazali mengemukakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.

Selain itu Ibn Maskawih pun memberikan definisi tentang akhlak yaitu suatu kondisi jiwa yang memberikan dorongan untuk melakukan-melakukan perbuatan yang tanpa pemikiran.
Jadi ahlak adalah respon spontan terhadap setiap peristiwa kehidupan yang kita alami, misalnya jika suatu ketika terinjak oleh orang lain maka kiranya apa reaksi spontan yang kita berikan? Apakah kita langsung marah terhadap orang yang menginjak kaki kita atau bahkan justru reaksi yang muncul dari dalam diri kita adalah lantunan istighfar untuk menahan rasa sakit. Reaksi spontan ini menjadi alat ukur apakah seseorang memiliki akhlak yang baik atau tidak.

Hadirin yang berbahagia

 Di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tak dapat dipungkiri bahwa kehancuran ahlak menjadi mimpi buruk yang terus menggelayuti akal pikiran kita. Maraknya fenomena pergaulan bebas, free sex, pemakian narkoba pada generasi muda, ketidakjujuran dalam proses pendidikan, tindakan korupsi oleh pejabat public, pelecehan seksual pada anak-anak dan kasus-kasus lainnya menjadi tanda-tanda tentang merosotnya akhlak manusia.

Sekurang-kurangnya cakupan akhlak meliputi hubungan manusia terhadap Tuhan dan sesama manusia. Akhlak yang baik terhadap Tuhan diantaranya ditandai dengan tertanamnya sikap dan kebiasaan untuk bersyukur terhadap segala nikmat dan karunia yang dianugerahkannya, bersabar dengan segala ketentuannya, bertawakal pada setiap keputusannya, bertaubat pada setiap aliran dosa yang terus kita lakukan, tawadhu terhadap setiap pencapaian, ikhlas dan roja’ dan sebagainya.

Diantara sikap dan tindakan yang dikategorikan sebagai akhlak yang tidak baik terhadap Tuhan adalah bersikap takabbur, musyrik, murtad, munafiq, riya, tamak dan sebagainya. Akhlak buruk mengindikasikan adanya ahlak buruk yang ditujukan kepada Allah Swt, sang Pencipta. Cara hidup manusia yang sombong atau bahkan mempersekutukannya seolah-olah merupakan sikap menabuh genderang perang kepada Tuhan.

Berkaitan dengan akhlak sesama manusia, keberadaannya merupakan dasar apakah hubungan manusia dapat terjalin dengan baik atau tidak. Diantara akhlak baik terhadap sesama ditunjukan dengan sikap saling mengasihi satu sama lain, saling menumbuhkan dan memperkuat tali persaudaraan, saling tolong menolong, memberi nasihat kepada yang memerlukan, mudah memaafkan, sopan dan santun, serta perilaku positif lainnya.

Akhlak baik ini perlu terus digali, dikembangkan dan dibiasakan hingga pada akhirnya dapat tertanam dalam jiwa.
Diantara bentuk perilaku yang dikategorikan sebagai akhlak buruk terhadap sesama manusia adalah mudah marah dan dengki terhadap orang lain, bersikap kikir terhadap setiap harta yang kiranya dititipka terhadap orang lain, boros, mudah menghina dan menyakiti hati orang lain dan sebagainya. Pada intinya akhlak yang buruk terhadap sesama manusia ditandai dengan adanya sikap yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakiti pihak lain.

Barang kali ada yang bertanya-tanya mengapa ahlak ini penting?

 Akhlak berkaitan dengan hubungan secara vertical dan horizontal, terhadap Tuhan dan sesama manusia. Akhlak ini bermuara pada hubungan yang harmoni terhadap keduanya. Hubungan yang harmoni ini melahirkan tata kehidupan yang sarat dengan kebahagiaan dan kedamaian. Tentunya setiap orang membutuhkan kebahagiaan dan kedamaian bukan? Maka untuk memperolehnya kita harus menjadi orang yang berakhlak baik.

Contoh kecilnya adalah ketika seseorang menjalani kehidupannya dengan penuh ketaatan kepada Allah diantaranya dengan selalu bersyukur terhadap setiap nikmat yang dikaruniakannya, bersabar terhadap setiap musibah yang menimpa, selalu bahagia dengan pencapaian orang lain, dan bersikap tawadhu dengan apa yang disebut orang lain sebagai bagian dari kehebatannya, maka sikap-sikap inilah yang membuatnya lebih bahagia dan damai dalam menjalani kehidupannya.

Kecintaan kepada sang Pencipta, Allah Swt melahirkan kehidupan yang bahagia dan damai bukan hanya untuk masa sekarang melainkan juga pada masa-masa yang akan datang. Kita mengenalinya sebagai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ajaran Tuhan yag ternanifestasikan dalam ajaran agama merupakan sumber nilai paling besar dalam memberikan arahan bagaimana seharusnya manusia berperilaku diantaranya dengan mengupayakan akhlak yang baik baik itu terhadap Allah Swt maupun kepada sesama manusia.

Akhlak yang baik terhadap sesama manusia menjadi solusi ampuh untuk mengurai konflik dan ketegangan yang sering kali muncul dalam kompleksnya permasalahan hidup. Barang kali banyak kasus pembunuhan yang dilatari karena permusuhan dan kedengkian terhadap pencapaian orang lain. Selain itu sikap abai dan tidak peka terhadap lingkungan sosial menjadi masalah ketidaksadaran kolektif untuk membantu sesama. Hingga pada akhirnya bertambahnya waktu tak lantas mengurangi problema kemiskinan dan kelaparan yang banyak dialami oleh sebagian besar orang.

Hadirin yang berbahagia

Akhlak yang baik perlu ditanamkan sejak dini terutama bagi anak-anak yang sedang berada pada masa pembentukan kepribadian. Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa anak itu merupakan amanat bagi kedua orangtuanya, hatinya akan suci dan bersih jika terus menerus diajarkan kebaikan dan anak akan tumbuh dengan kebiasaan yang baik.
Ibarat kertas putih yang kosong, ia dapat diwarnai dengan tinta apapun entah hitam, biri, hijau, dan warna lainnya.

Maka anak-anak pun demikian, kehadirannya ke dunia ini begitu bersih dan polos hingga lingkungan sekitarnya lah yang berpotensi mewarnai dan melukis jiwanya. Jika diajarkan dan ditanamkan dengan kebaikan tentunya ia akan condong pada hal-hal yang baik dan demikian juga sebaliknya.
Lalu siapa yang menjadi kuas utama untuk melukis jiwa anak? Siapakah yang paling berkewajiban mendidik akhlak anak?

 Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah orangtua sebagai lingkungan terdekat anak. Orangtua berpeluang besar untuk mengarahkan anak-anak pada kebaikan atau bahkan keburukan. Akhlak menjadi hal yang orangtua bertanggungjawab dalam penanamannya. Maka sebenarnya dibutuhkan kecerdasan dan keterampilan yang luar biasa untuk menjadi orangtua, karena ia bertugas untuk mengukir jiwa anak-anak menuju akhlak baik yang didalamnya ketundukan kepada sang Pencipta dan kebaikan pada sesama.

Menjadi sulit untuk mengajarkan kebaikan dan menanamkan akhlak jika kita sendiripun tidak memilikinnya. Bagaimana bisa kita mengukir jiwa anak dengan kebaikan jika pada prosesnya keburukanlah yang selalu menyelimuti jiwa kita. Maka hal paling mendasar untuk menjadi orangtua adalah bagaimana kita terus berbenah dan bermetamorfosis menjadi insane yang taat pada-Nya dengan membangun akhlak yang baik terhadap-Nya dan kepada hamba-hamba-Nya.

Dalam kurikulum pendidikan akhlak orangtua merupakan guru utama dan pertama bagi anak-anak. Nilai-nilai akhlak yang diajarkan oleh pihak sekolah hanyalah bagian kecil dari keseluruhan proses pendidikan anak. Disinilah orangtua perlu untuk belajar dan membelajarkan diri dalam proses membelajarkan akhlak pada anak.

Jika hal ini bisa dilakukan oleh orang tua maka bukan tidak mungkin bahwa inspirasi pertama anak-anak untuk menjadi manusia yang berakhlakul karimah adalah orangtua itu sendiri. Anak-anak memiliki teladan di rumahnya hingga ia tidak bingung mencari figure dalam mempraktikan bagaimana akhlak itu sendiri.
Namun tampaknya yang sekarang marak terjadi adalah fenomena dimana orangtua menyerahkan tanggungjawab pendidikan akhlak anak pada pihak sekolah.

Padahal jika dianalogikan, pendidikan di sekolah hanyalah makan siang, sedangkan sarapan pagi dan makan malam merupakan tanggungjwab orangtua. Hal yang memprihantinkan adalah ketika orangtua abai terhadap pendidikan akhlak anak-anaknya hingga tidak ada keselarasan pendidikan di lingkungan sekolah dan keluarga. Sering kali hal-hal baik yang ditanamkan oleh guru di sekolah dengan susah payah, begitu saja terabaikan dengan sikap yang abai dari orangtua. Misalnya ketika di sekolah anak-anak diajarkan untuk sopan terhadap orang yang lebih tua, tapi sayangnya sering kali ibu mereka di rumah bersikap tidak sopan terhadap suaminya.

Hadirin yang berbahagia

Marilah kita bersama-sama menjadi insane yang selalu bertransformasi menjadi yang lebih baik. Kita sebagai orang dewasa dan orangtua memiliki amanah berat untuk membawa anak-anak kita menuju jalan yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akherat. Akhir kata semoga kita dapat menjadi pendidik terbaik untuk anak-anak kita. Barang kali demikianlah yang dapat saya sampaikan, yang menyampaikan tidak lebih baik dari mendengarkan. Kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Leave a Comment